Namanya Grace. Lengkapnya Anastasya
Grace Widjaja. Aku bertemu dia belasan tahun silam. Tepatnya ketika aku
masih duduk di bangku kelas 6 SD. Tak jelas kenapa aku sering terpancing untuk
memperhatikannya kala itu. Bagi seorang anak bawang sepertiku, masih sulit
mengartikan kata suka atau simpatik. Yang kutau, melihatnya bermain kelereng
saja sudah membuatku senang. Kakakku bilang, waktu itu aku masih bocah monyet (u know, it’s a personal phrase yang
artinya kurang lebih; anak bau kencur yang sedang meraba-meraba makna suka.
Baca: cinta monyet). Masih tampak jelas, dia selalu berada di barisan paling
depan tiap kali jalan bareng gengnya. Dia yang paling sering bercerita
ketimbang mendengar cerita. Entah harus berapa kali teman-temannya itu
mendengar cerita fiksinya, tapi pernah sekali aku mencuri dengar dan kutau
bahwa satu kali duduk saja dia bisa bercerita 3 atau 4 fabel sekaligus.
Nampaknya dia memang berbakat menjadi pendongeng. Salah satu cerita favorit
karangannya adalah cerita tentang putri kerajaan yang dibuang oleh ibu tirinya
dan diselamatkan oleh segerombolan binatang. Ia tumbuh dan besar bersama
binatang itu hingga akhirnya bisa saling berkomunikasi. Akhir ceritanya adalah,
sang putri, dengan bantuan teman binatangnya,
menemukan cinta sejatinya, seorang pangeran tampan yang mengendarai kuda
putih. Setiap ceritanya selalu ada sisi magis. Iya, seperti aku yang selalu
terkena daya itu, terhipnotis oleh tiap kata-katanya, ceritanya, ah mungkin
lebih tepatnya suaranya.
Minggu, 17 Agustus 2014
Langganan:
Postingan (Atom)