Pages

Sabtu, 05 November 2016

Karena Hidup Tak Seindah Drama


Kemarin, seorang teman mendatangi saya dan berkata bahwa rencana pernikahannya tahun ini akan batal. Mendengar kabar itu, saya menghentikan aktivitas saya saat itu juga. Saya mengajak rekan sejawat itu untuk ngopi sambil menikmati barang 1, 2 batang rokok. Kenapa saya kondisikan begitu, karena saya paham betul betapa sedang berkecamuknya hati teman saya itu. Saya dan semua rekan di tempat kerja yang dekat dengannya sudah tahu bahwa semuanya sudah siap. Tempat acara, catering, undangan yang sudah hendak disebar, hingga band wedding, semuanya sudah ready. Tapi betapa terkejutnya saya mendengar cerita teman yang satu ini. 

 Si gadis, tiba-tiba saja berkata bahwa di hari H itu dia harus ke Medan untuk sebuah acara kantor. Itu disampaikannya mendadak dan tanpa sungkan-sungkan. Siapapun akan memberikan reaksi yang sama dengan teman saya itu; terkejut, lalu marah, adu argumen barang 10-15 menit, berlalu pergi, dan menghisap rokok sebanyak-banyaknya, serta terdiam menunduk dengan hanya ditemani oleh beberapa botol beer, lantas menangis sejadi-jadinya.

Saya tentu memahami perasaan dia. Sayapun tahu, sebagaimanapun saya berusaha menghibur dia, yang ada justru perasaan sedih, dan sedih. Maka hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk sedikit meringankan keadaan adalah dengan mendengar. Ya, hanya sesederhana itu, menjadi pendengar yang baik.

Beberapa minggu sebelumnya, seorang teman penulis mengajak kopdar dan juga menceritakan kisah yang tengah menimpanya saat itu. Teman wanita saya yang sangat hobi menulis ini, sedang gundah gulana dan tak mengerti harus bagaimana. Ada 3 orang cowok yang tengah mengharap cintanya. Dia, bagaimanapun harus memilih salah satu sebagai teman hidup. Saya tentu memberikan penjelasan bagaimana kompleksnya bahtera rumah tangga yang menunggu di depan. Sehingga, bagaimanapun dia saya sarankan untuk mencurahkan seluruh kemampuan analisisnya demi keputusan yang terbaik. 

Namun hasil yang muncul, justru jauh dari prediksi saya. Dia tidak memilih ke tiganya, tetapi justru pergi menjauh, dan melakukan perenungan-perenungan. Namun, sore tadi, tiba-tiba saya dapat kabar dari dia. Begini katanya; "Akhirnya, saya bertemu dengan seseorang. Dia dewasa, dia juga super care sama saya. Udah gak ada alasan apapun untuk menolaknya. 3 cowok kemarin, tidak lebih dari lilin-lilin yang pernah kunyalakan, namun kini telah mati dengan sendirinya karena telah habis waktu mereka untuk berpijar di ruangan hati saya. Terima kasih ya..." Saya tersenyum, lalu sejenak terdiam, geleng-geleng kepala, baru kemudian bernafas lega.

Kepada ke dua sahabat saya itu, saya sebenarnya tidak berkata banyak. Hanya ini hal yang saya katakan pada mereka: "Kita memang bisa berencana untuk melakukan pernikahan atau menjalin hubungan dengan siapapun. Namun jangan lupa, kita tak punya kemampuan untuk mengatur masa depan. Karena apa? Karena tiap menit di depan sana adalah misteri yang tak pernah usai. Maka apa yang harus kita lakukan? Tak perlu didramatisir, cukup letakkan masalahmu sejenak, hirup udara kebebasan, lalu kembalilah ke medan perang dengan semangat dan tekad yang berbeda dari sebelumnya. Dari pengalaman hidup ini, kita telah belajar satu hal. Yaitu, untuk menemukan sosok yang benar, sudah pasti kita akan bertemu dengan orang-orang yang salah dulu. Dan dari orang-orang yang salah itu jugalah, kita akan belajar bagaimana menghindari kesalahan-kesalahan."

Untuk sahabatku, pak Domon, dan Kirana.

 

0 komentar: