Pages

Selasa, 15 Maret 2011

Perlombaan Yang Indah

Dalam sebuah lomba, yel-yel yang lazim kita kumandangkan adalah "sportif". Dengan sportivitas yang tinggi maka perlombaan akan berjalan dengan "fair" dan penuh tanggung jawab moral. Namun, kini, untuk melengkapi pesonanya nampaknya ada prossa tambahan yang harus diimbuhkan di dalamnya, yakni kata "indah". Kata indah sendiri, merujuk pada suatu dzat yang bersifat memikat, menarik, menakjubkan dan estetis. Keindahan itu, bagaimanapun rupanya tidak hanya membuat siapapun berdecak kagum, namun juga menggugah hati dan nurani untuk bergerak. Bergerak melakukan sesuatu dalam bentuk keindahan yang lain. Tapi, tidak semua orang memandang "keindahan" itu sebagai sesuatu yang "bersinar". Sebagian dari kita justru menganggapnya sebagai sesuatu yang "gelap". Semacam parasit yang perlu dihapus. Tetapi tidak sedikit juga yang  melihatnya sebagai sebuah "peluang". Peluang yang berarti kesempatan untuk memanfaatkan daya pikat yang ada pada kata "indah" itu menjadi semacam aset yang berguna bagi diri sendiri maupun golongan.

Efek Khawatir

Kekhawatiran, terkadang sering muncul tanpa alasan. Hanya karena tidak dipedulikan, atau diabaikan oleh mereka yang biasanya menjadi "penyuplai perhatian", seseorang bisa saja dilanda rasa khawatir yang sangat. Rasa was-was itu, tiba-tiba mencekat leher dan sekujur tubuh beserta segenap persendiannya. Perasaan ini kemudian menjalar naik menerpa otak dan merepresi akal untuk memproduksi spekulasi-spekulasi negatif yang kemudian menciptakan tekanan hebat pada jantung dan memberi efek "gelisah" pada diri seseorang.

Formula Keputusan

                   
Pergulatan hidup manusia adalah suatu fenomena dimana seluruh komponen kehidupan seseorang ikut ambil bagian disini. Dalam kondisi seperti ini banyak manusia – manusia yang baru menyadari adanya
keterbatasan – keterbatasandalam dirinya.Begitu ia menemukan keterbatasan ditengah pergulatan hidupnya, maka pada saat yang sama ia juga 
menemukan kemungkinan sekaligus kebebasan untuk menyemarakkan kehidupannya.

Kamis, 10 Maret 2011

Abstraksi Sebuah Rancangan

Mengapa air mengalir, mengapa hujan turun ke bumi, mengapa burung terbang di udara, mengapa jantung selalu berdenyut, mengapa manusia bernafas, mengapa Buddha selalu tersenyum, dan mengapa matahari selalu muncul tiap pagi? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan retoris yang pada dasarnya tidak membutuhkan jawaban. Padahal disinilah letak poros dari kehidupan itu berada . Ya, itulah rancangan kehidupan yang setiap waktu dan setiap detik selalu berjalan sesuai dengan kodratnya tanpa pernah melawan.
Itulah realita yang dalam hal ini saya sebut sebagai kulit kehidupan (reality). Namun ada bagian yang lebih dalam dari kehidupan. Ia tidak nampak namun cenderung lebih terasa pengaruhnya dibanding dengan kulit kehidupan yang secara fisik nampak dengan sangat jelas dan nyata. Inilah yang oleh banyak filsuf, agamawan, dan ilmuwan disebut sebagai dunia batin (mind world). Bahkan banyak yang mengklaim bahwa apabila manusia dapat menguasai dan mengolah kebatinan mereka ini, maka dunia akan ada dalam genggaman. Tak ada lagi kesusahan dan kemalangan. Yang ada hanya perasaan bahagia dan nyaman saja. Sayangnya tesis ini masih bias, dan orang-orang yang mengaku telah melampaui proses kebatinan ini hanya berkata “Kalian tidak akan merasakan kebahagiaan yang kami rasakan apabila kalian belum melewati proses yang telah kami lewati”, begitu kira-kira argumen mereka.

Puitisasi

Langit
Dimana langitku yang selama ini kukenang. Ia telah hilang. Langit yang selalu ada ketika dunia ini damai tanpa gemuruh suara alam yang menolak akan kebrutalan manusia. Alam ini menjerit pedih. Meraung-raung akan anarkisme dan vandalisme yang dilakukan manusia. Langit yang sekarang, hanyalah menjadi saksi bisu arogansi umat manusia yang selalu membuat kesewenang-wenangan di kaki langit ini. Ia terlalu agung untuk menyaksikan kenyataan ini. Terlalu hening untuk bersikap. Juga terlalu suci untuk berang. So, I want my sky. But, where is my sky, yang selalu memberiku ketenangan dan kedamaian saat aku melihatnya. Ternyata jiwaku kini tak mampu lagi untuk melihat indahnya langit, karena kotornya tempat yang aku singgahi ini.

Matinya Revolusi Ideologi

 Sejauh manusia menancapkan kuku-kukunya di sudut-sudut peradaban dunia selama berabad abad, selalu ada kebutuhan akan suatu keyakinan. Mulai jaman kegelapan yang dimulai dengan adanya konsep ketuhanan Dewa Ra, manusia sudah berusaha menciptakan suatu paham kepercayaan yang hakekatnya sangat prinsipil sekali. Konsep yang selanjutnya dalam terminologi modern disebut ideologi ini, menuntut adanya pembuktian kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya, dengan berbagai jenis lelaku sosialnya,manusia belajar untuk lebih memahami arti kehidupan. Di tengah-tengah hegemoni sosial yang semakin maju, muncullah nama-nama besar yang menjadi poros tengah pemikiran peradaban pada setiap masa. Socrates, Plato, dan Aristoteles hadir di tengah masa-masa kejahiliyahan Yunani. Ia memberikan sumbangsih pemikiran yang terlampau maju pada zamannya. Pendapatnya mengenai jiwa manusia yang hidup dalam raga ini,dan segala tesisnya mengenai metodologi matematis ilmiah, ditolak mentah-mentah pada masanya. Walhasil, kerajaan memutuskan mengeksekusi Socrates di tiang gantung. Ini adalah bukti bahwa pembaharu peradaban yang membawa ideologi kehidupan, tidak selalu harmonis dengan zaman dimana ia hidup.