Pages

Kamis, 10 Maret 2011

Abstraksi Sebuah Rancangan

Mengapa air mengalir, mengapa hujan turun ke bumi, mengapa burung terbang di udara, mengapa jantung selalu berdenyut, mengapa manusia bernafas, mengapa Buddha selalu tersenyum, dan mengapa matahari selalu muncul tiap pagi? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan retoris yang pada dasarnya tidak membutuhkan jawaban. Padahal disinilah letak poros dari kehidupan itu berada . Ya, itulah rancangan kehidupan yang setiap waktu dan setiap detik selalu berjalan sesuai dengan kodratnya tanpa pernah melawan.
Itulah realita yang dalam hal ini saya sebut sebagai kulit kehidupan (reality). Namun ada bagian yang lebih dalam dari kehidupan. Ia tidak nampak namun cenderung lebih terasa pengaruhnya dibanding dengan kulit kehidupan yang secara fisik nampak dengan sangat jelas dan nyata. Inilah yang oleh banyak filsuf, agamawan, dan ilmuwan disebut sebagai dunia batin (mind world). Bahkan banyak yang mengklaim bahwa apabila manusia dapat menguasai dan mengolah kebatinan mereka ini, maka dunia akan ada dalam genggaman. Tak ada lagi kesusahan dan kemalangan. Yang ada hanya perasaan bahagia dan nyaman saja. Sayangnya tesis ini masih bias, dan orang-orang yang mengaku telah melampaui proses kebatinan ini hanya berkata “Kalian tidak akan merasakan kebahagiaan yang kami rasakan apabila kalian belum melewati proses yang telah kami lewati”, begitu kira-kira argumen mereka.

Pada banyak kasus, ditemukan bahwa manusia melakukan suatu aksi kontroversi yang memicu banyak perdebatan, pada sisi hakikat sebenarnya berasal dari dalam diri mereka sendiri. Mereka bergelut dengan dirinya sendiri karena berbagai faktor kewarasan dan ketidakwarasan baik dari luar maupun dalam. Sayangnya, karena kedangkalan pemikirannya, dan karena ketidakmampuan mereka dalam melihat alam, mereka melempar kesalahan dan kemarahan pada pihak lain. Manusia ingin selamat, tapi tak pernah mencari jalan yang selamat. Itu sudah menjadi sifat dasar manusia sejak zaman nenek moyang, dan gen yang telah menyatu dalam darah itu, diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi sampai hari ini.
Demi mewujudkan keinginan batinnya yang berupa suara-suara dalam hati mereka (inner voices), manusia melakukan berbagai upaya mencari jalan selamat dengan jalan yang tak selamat. Karena sedikitnya ketersediaan solusi yang selamat. Etika sosial runtuh, interaksi humanitas menyimpang, perilaku budaya menurun, dan propaganda istilah yang hanya obral janji semakin marak yang oleh kalangan cendekiawan dinamakan sebagai suatu pembangkangan massal (global rebellion). Itulah kurang lebihnya akibat yang ditimbulkan oleh ketidakarifan manusia dalam menjalani perannya di dunia yang tak pernah abadi ini. Sementara lampu kehidupan semakin meredup, denting waktu semakin cepat berdetak, dan dunia semakin sesak.
Batas-batas kewajaran yang berdiri kokoh membentengi moralitas mereka, satu-persatu runtuh. Aturan main yang telah lama sekali ditetapkan oleh Yang Empunya kehidupan yang dalam bahasa manusia disebut Agama, sudah tak lagi menjadi suatu tuntunan. Ya. Rancangan-Nya telah dirusak. Yang tidak lain tidak bukan terjadi karena “kecerdasan” manusia yang terlalu disikapi secara berlebihan, justru secara etimologi telah mengubah arti kebahasaan dari kata itu sendiri menjadi “kebodohan”. Parahnya, manusia yang semakin kehilangan kewarasannya ini malah semakin menganggap dirinya waras dan bijaksana dengan melakukan pemberangusan rasis dan upaya penguasaan dunia dengan berbagai dalih dan alasan untuk kemanusiaan yang diambil dari kamus-kamus Negara-negara adidaya yang memberikan janji akan menjadi penyelamat bagi dunia baru nanti (messiah of the future). Sayangnya, lagi-lagi pembangkangan massal lagilah yang terjadi. Semua orang memaksakan kehendak-kehendak sepihak untuk melawan rancangan Tuhan.
Apa yang telah di Kodratkan terhadap semua makhluk, adalah haq untuk diterima dan dijalani karena itu semua sudah menjadi bagian dari rancangan-Nya. Makhluk yang bernama binatang saja, walaupun tidak berakal mampu mematuhi aturan dan hukum alam dan segala rancangan yang ditetapkan-Nya. Sebaliknya, manusia yang merasa paling tinggi derajatnya sampai-sampai saling mengungguli satu sama lain di antara mereka. Persamaan manusia dan binatang adalah sama-sama membunuh demi perut mereka. Dan perbedaannya adalah, binatang tidak menggunakan otaknya karena tidak punya otak, sedangkan manusia tidak menggunakan otaknya walaupun memilikinya.
Sekarang, tinggal bagaimana manusia memanusiakan manusia lainnya, dan bagaimana manusia menerima rancangan-rancangan-Nya.

0 komentar: