Beberapa hari yang lalu, seorang teman meminjamiku buku fenomenal
yang saat ini paling dicari. Gelombang. Sekuel ke 5 dari seri Supernova
Dewi Lestari. Di tengah kesibukan yang tiada henti, membaca buku itu
seperti mereguk air kedamaian dari sebuah oase di tengah panasnya padang
pasir. Begitu menyegarkan. Sajian demi sajian yang tertuang dalam
tulisan Dee seolah menyadarkan kembali batin ini untuk terus menggali
alam bawah sadar yang penuh firasat, isyarat, mimpi, harapan,
halusinasi, fenomena, dan gelombang.
Kisah tentang Alfa
yang bernama lengkap Thomas Alfa Edison Sagala (suatu bentuk mimpi sang
ayah yang meraga dalam bentuk nama) yang seorang Batak ini, begitu
menggelitik dan mengalir, hingga tanpa sadar aku terus terbawa arus
cerita yang begitu deras, kadang tenang tapi tetap menghanyutkan, dan di
tiap persimpangannya, selalu penuh dengan penghayatan makna-makna khas
ala Dee. Aku betul-betul terkesima melihat cara seorang Dee menuangkan
teh prosa modern yang sarat dengan metafor dan mitologi, dicampur dengan
bumbu komedi yang kerap tak lucu namun justru menarik. Betul-betul
nikmat tak terhingga. Saking terbawanya, aku tak sadar kalo buku setebal
482 halaman itu kulahap hanya dalam 2 malam, dengan nafas memburu
karena emosi yang begitu saja dipermainkan setelah tensi yang naik turun
ketika membaca. Banyak etimologi baru yang betul-betul asik didengar
disini, Pangalim, Aek Sipitu Dai, Gondang, Begu, Boru, Lucid Dream,
Peretas, Infiltran, Sarvara, dll.
Berikut beberapa quotes yang mungkin bisa kusisipkan disini;
“Tak
semua sanggup mengerti betapa berharganya sesuatu yang diberikan
cuma-cuma kepada mereka yang nyawanya bersambung rapuh dari hari ke
hari. Udara yang sejuk, nyanyian burung di pepohonan, matahari yang
bersinar murah hati...” (hal. 309).
“Kalau kamu meragu, sadari kamu meragu, tapi jangan ladeni. Kalau kamu takut, sadari kamu takut, tapi jangan lawan.” (hal. 313).
Satu
hal yang sangat kusuka adalah, entah kebetulan atau tidak, ternyata
karakter Alfa ini begitu mirip denganku. Alfa memiliki 2 saudara,
begitupun denganku. Saat kecil, Alfa suka sekali mengisi TTS dan membaca
buku cerita Kho Ping Hoo. Akupun sama, waktu SD di Selong, Lombok Timur
dulu, ketika teman-temanku asyik bermain Video Game dan sepatu roda,
aku lebih memilih mengisi TTS dan membaca seri demi seri buku cerita
buah tangan Takeshi Maekawa, Kungfu Boy. See?
Tiap
pulang sekolah, Alfa langsung memegang gitar bututnya berjam-jam sampai
kadang lupa makan saking khidmatnya. Akupun dulu, tiap kali ada gitar
nganggur di rumah ketika gak di pakai Bapak, aku akan terus
mendentingkan nada-nada entah itu enak atau tidak didengar. Tapi
minimal, hobi kita betul-betul sama. Dan yang cukup menjadi perhatianku
adalah, kami sama-sama punya pengalaman mimpi buruk yang begitu aneh.
Saking anehnya mimpi itu kadang terus berulang sampai sekarang. Bedanya,
dia bertemu si Jaga Portibi, sementara aku, bertemu dengan
bayang-bayang masa lalu.
Selain itu, di usia SMP, Alfa
berangkat merantau ke Jakarta, persis ketika di usia SMP dulu, aku
pindah ke Jawa. Sampai titik ini kami benar-benar memiliki banyak
kesamaan. Yang aku kaget lagi, Alfa suka menyambangi rumah kerabat
ayahnya yang seorang pedagang buku lama. Dia suka menghabiskan waktu
disitu berjam-jam. Dulu ketika aku pulang sekolah, tak jarang aku mampir
ke sebuah pasar di kecamatan sendirian lalu mampir di sebuah buku
loakan di ujung, yang walaupun berjam-jam berdiri memaku membaca buku
demi buku usang tentang cerita cerita prosa lama dari karyanya SH
Mintardja, sastra wanginya Freddy S, sampai cerpen-cerpen cantik Djenar
Maesa Ayu tak pernah lelah mata ini untuk terus membaca, yaaa walaupun
yang akhirnya kubeli hanya sebuat buku TTS bercover cewek cantik sih he
he he. Tapi nenek tua penjaga toko selalu bilang, “Gak usah khawatir
nak, kalo mau baca, baca aja gak pa pa. Biar pintar ya...”.
Alfa
memiliki cita-cita yang tinggi, ingin membahagiakan ortunya. Hingga ia
akhirnya ikut Amanguda nya berangkat ke Amrik dan tinggal di sebuah
apartemen kumuh yang dihuni oleh kelompok-kelompok gangster rasis.
Cerita terus berlanjut hingga akhirnya Alfa mendapat beasiswa di Cornell
University, kemudian bertemu Tom Irvine yang merekrutnya menjadi
karyawannya di Wall Street, lalu bertemu gadis misterius bernama Ishtar,
dan pertemuan uniknya dengan seorang gadis muda yang ternyata dokter yang
jatuh cinta pada Alfa. Namun pada akhirnya jawaban demi jawaban
ditemukannya di Tibet. Persis ketika pada akhirnya aku menemukan jawaban
dari semua tanya yang kerap menghantuiku di kota yang sekarang
kutinggali, Surabaya.
Entah kusadari atau tidak, Dee
dengan begitu manisnya, telah mempertemukanku dengan Alfa secara
non-visual dan disinteraktif, namun sama-sama mengalami pahit getir
kompleksitas elemen bumi yang sama; Gelombang. Dalam konteks subconscious mind,
aku seperti mendapat teman. Teman yang kadang muncul dalam kaca,
melambaikan tangannya, dan dengan sedikit berbisik, ia berkata, “Tenang
kawan.... Kamu tak sendiri...”
Sabtu, 24 Januari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar