Dalam bukunya “Mengikat Makna
Update”, Hernowo menyatakan bahwa makna adalah sesuatu yang penting dan berarti
bagi diri pribadi seseorang. Dan makna baru bisa ditemukan seseorang bila ia
mencoba mengaitkan atau mengontekskan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kredo
yang bisa didapat di sini adalah “create
meaning by connecting things”. Sehingga, sintesis yang muncul kemudian
adalah bahwa makna dalam kegiatan membaca dan menulis adalah kegiatan yang
menghubungkan atau mengaitkan apa yang kita baca dan kita tulis dengan sesuatu
yang bersifat pribadi.
Masih menurut Hernowo, untuk
menjalankan konsep mengikat makna ini, seseorang perlu menjalani tiga tahapan.
Pertama, menyediakan ruang privat, kedua, memadukan membaca dan menulis dalam
satu paket kegiatan yang diselenggarakan secara kontinu dan konsisten, dan
ketiga dan yang paling penting, berusaha sekuat daya untuk menemukan makna
ketika menjalankan kegiatan membaca dan menulis.
Sebelum menemukan makna dalam menulis
tentu ada proses yang mendahuluinya, salah satunya adalah meningkatkan potensi
tulisan. Dalam buku Quantum Writing, disebutkan tiga hal yang perlu ditempuh
seseorang agar potensi menulis mencuat; Pertama, menulis untuk menyingkap diri,
menulis untuk menjelajah diri, dan menulis untuk mengungkapkan diri. Kesemua hal
itu memang nampak seperti entitas spiritualistik-sufistik. Bagaimanapun juga,
terlepas dari segala proses kreatif, kita sepakat bahwa menulis adalah self-centered
process. Kita rela membenamkan kepala
kita ke dalam kertas dan pena selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan tidak
jarang yang menghabiskan waktu menulisnya dalam kurun waktu sekian bulan, atau
sekian tahun. Namun ini adalah suatu bentuk kerelaan yang hakiki. Seseorang
akan dengan senang hati melakukan sesuatu karena memang dia senang melakukannya,
atau sedang menemukan kesenangan dalam prosesnya. Tentu apa yang akan ditemukan
itu berbeda-beda, tergantung bagaimana proses kreatif yang ditempuh dan
bagaimana sudut pandang filosofis-semiotis-sintaksis yang digunakan.
Sedang dari sisi pembaca, ada aspek
lain yang harus diperhatikan dalam proses mengikat makna. Charles Sanders Peirce
mengemukakan teori segitiga makna atau triangle
meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda, obyek, dan interpretasi.
Ketiga hal itu, semua bermuara pada satu hal; penghayatan. Tentang ini, Peirce
menjelaskan;
“My
view is that there are three modes of being. I hold that we can directly
observe them in elements of whatever is at any time before the mind in any way.
They are the being of positive qualitative possibility, the being of actual
fact, and the being of law that will govern facts in the future.”
Tentang bagaimana penghayatan itu,
salah satu cara ampuh untuk mendapatkan intisara penghayatan adalah melalui
visualisasi. Dan Bell mengatakan; “Visualization
is a “mental image” created in a person's mind while reading text, which
"brings words to life" and helps improve reading comprehension.” Jadi, melalui pengembaraan visual sembari menciptakan
“big picture”, seseorang akan
mendapatkan penghayatan (total
comprehension) dan pendalaman (digesting).
2 hal inilah yang akan membantu seseorang menangkap makna, dan mengikatnya.
Tidak sedikit mereka yang menulis dan
membaca, gagal mendapatkan impresi sebuah karya hingga benar-benar tertancap di
benaknya. Kebanyakan yang terjadi justru sebaliknya. Semua kisah dan penjelasan
itu hanya lewat saja layaknya semilir angin yang melintas di depan kita.
Upaya “mengikat makna” adalah upaya
terbaik yang bisa dilakukan seorang pembaca maupun penulis. Ini adalah kenaikan
tingkat dalam paradigma baca-tulis. Bagi penulis, pergolakan batin dan
eksplorasi diri yang liat akan menghasilkan sintesa makna yang bernilai tinggi
bagi dirinya maupun bakal calon pembacanya nanti. Sementara bagi pembaca, dengan
mengikat makna, akan ditemukan kesan dan pesan yang akhirnya akan menginspirasi
sebagai sumber keteladanan hidupnya. Namun ini tentu paradigm yang baru. Ada
semacam pergeseran cara pandang di sini (paradigm
shift).
Untuk membentuk sebuah paradigma baru
dalam membaca dan menulis, Stephen R. Covey menjelaskan tentang perlunya tiga
hal berikut untuk dijadikan habit;
pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill), dan keinginan (desire). Dalam mengaplikasikan
ketiganya tentu tidaklah mudah, karena hanya untuk sekedar memenuhi yang
pertama saja sudah membutuhkan segenap tenaga, apalagi dua hal lainnya. Namun
untuk memiliki, hanya cukup dengan memulai. Maka sekarang yang diperlukan
tinggal keberanian. Karena bagaimanapun, untuk memulai, kita semua butuh
keberanian, dan keberanian tentu muncul karena ada kesadaran. Di akhir tulisan
ini, ada baiknya kita renungkan kembali ungkapan terkenal Ian Marshall ini; “Kita memerlukan kesadaran akan makna dan
tujuan yang menggerakkan hidup kita. Tanpa itu, kita akan sakit atau mati.”
Edwin
Mclean, musisi dan konsultan. Hobi menulis fiksi dan esai sejak remaja. Blog:
isapanhati.blogspot.com dan guitaronsky.asia
Tulisan ini juga di publikasikan di redaksi Jurnal Sastra Aksara edisi 8 pimpinan ibu Khanis Selasih.
0 komentar:
Posting Komentar