Pages

Selasa, 07 Juli 2015

Resensi Buku, 'I Ordered My Wife From The Universe'


Buku setebal 326 halaman itu tergeletak begitu saja di samping saya. Rasa kantuk langsung membawa saya terlelap sesaat setelah halaman terakhir itu saya baca. Sudah 3 malam saya habiskan untuk menikmati lembar demi lembar novel yang saya beli minggu lalu itu. Saya masih ingat, membaca judulnya saja sudah membuat mata saya langsung menyipit, apalagi membaca isinya. Begitu pula dengan kemasan buku dan covernya, sungguh menarik. Nama penulisnya juga keren. Stanley Dirgapradja, seorang konsultan kreatif di perusahaan digital media dan chief editor di portal Men Style Indonesia yang sekarang tinggal di Jakarta.

Stanley sendiri sudah menerbitkan dua karya. Yang baru selesai kubaca  kemarin, I Ordered My Wife From The Universe (IOMWFTU) , dan satunya lagi, Un Homme Et Une Femme yang rencananya besok baru akan saya cari di Uranus. Buku IOMWFTU sebenarnya sama romannya seperti novel dewasa lainnya. Hanya saja, yang membuat saa begitu terkagum-kagum dan terengah-engah membacanya adalah bahwa Stanley selalu pintar bermain kata-kata. Diksinya juga tepat dan sesuai dengan penggambaran plot dan alur. Maka tidak berlebihan bila saya katakan bahwa dia itu berbakat.
Novel yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini, bercerita tentang Teguh, seorang supervisor dan executive planner yang bekerja di sebuah perusahaan advertising di Jakarta. Di apartemennya dia menghabiskan waktunya bersama sang kekasih cantik yang seorang sekretaris di perusahaan kliennya, Tantri namanya. Masalah pertama muncul ketika dia menyadari bobotnya melebihi berat badan kebanyakan. Masalah itu muncul di tengah karirnya yang sukses dan rencananya untuk segera serius menggandeng Tantri ke jenjang pernikahan.
Teguh telah mengontak banyak teman agar momen will u marry me menjadi indah dan berkesan. Dia tengah sibuk mengatur segalanya, termasuk wedding planning bersama teman EO-nya yang pernah bersama-sama kuliah di Amerika dulu, Gladys, dan juga mengontak kerabatnya, yang seorang tour and travel agent, Chandra, ketika isu-isu miring tentang Tantri, mulai santer terdengar. Semuanya menjadi gamblang ketika Omar, orang kepercayaannya, mengungkap sebuah bukti tentang Tantri yang seorang social climber. Sebutan bagi mereka para wanita yang bersedia menyerahkan segalanya bagi lelaki yang mampu memberikan uang, status sosial, dan gengsi. Sebuah tipikal yang melekat pada wanita-wanita posmo. Kenyataan itu adalah pil pahit yang harus ditelan Teguh. Pada akhirnya, teguh harus melewati masa-masa sulit dan menemukan arti dibalik sebuah kata, ‘kehilangan’. Saya sendiri betul-betul tenggelam dan kontemplatif bergulat  dengan alur dan permainan kata-kata pada bagian ini. Pada bagian di mana Teguh betul-betul depresi, dan berjuang mati-matian menghadapi perasaannya sendiri. Bisa saya katakana bahwa bab-bab inilah bagian terbaik buku ini.
Singkat cerita, Teguh kemudian mengambil cuti panjang dan memilih Jogja sebagai tempat peraduannya. Selain keluarganya memang tinggal di sana, Teguh telah bertemu dengan Nadia, seorang gadis misterius di Blackberry messenger-nya, dan si gadis mengaku tinggal di Jogja, hanya beberapa meter dari rumahnya. Sebuah kebetulan yang diramu dengan sangat apik oleh Stanley.
Kelebihan buku ini, terletak pada penggunaan kalimat prosif dan sastra yang bagus. Rima dan rasa yang ingin disampaikan juga berhasil dikemas dengan menarik dan begitu tertata. Sayangnya, menurut hemat saya, novel ini dibuat ditengah-tengah kesibukan Stanley yang mungkin sedikit menyita waktu. Sehingga ada beberapa part yang missed dari editannya (Don’t blame the book editor, he/she only checked the EYD things, not the storyline). Misalnya di halaman 249, di situ tertulis pak Purna adalah sopir Tantri, padahal maksudnya, pak Purna adalah sopir Nadia. Dan penjelasan tentang pak Purna yang membawa nama Tantri ke dalam paragraf itu hampir memenuhi sekitar 30 persen isi di halaman tersebut. Artinya, terlalu banyak kesalahan yang ditoleransi di halaman itu. Beberapa alur dan babak juga terlihat gersang dan kurang ramai. Misalnya ketika Nadia mengajak Teguh ke komunitas puisinya, babak itu hanya seperti babak pemanis yang kemudian lewat saja. Terlalu Teguh-sentrisme. 
Dari sudut pandang saya, sebetulnya beberapa hal bisa lebih dikembangkan lagi, misalnya alur cerita, keterlibatan di luar Teguh-Tantri-Nadia, dan beberapa inti cerita yang masih bisa di eksplorasi lagi. Namun pada akhirnya, ini adalah novel yang gemuk dan menyehatkan. Wajib dibaca bagi siapa saja yang pernah merasakan patah hati. Seperti saya misalnya. 

0 komentar: