Buku setebal 326
halaman itu tergeletak begitu saja di samping saya. Rasa kantuk langsung
membawa saya terlelap sesaat setelah halaman terakhir itu saya baca. Sudah 3
malam saya habiskan untuk menikmati lembar demi lembar novel yang saya beli
minggu lalu itu. Saya masih ingat, membaca judulnya saja sudah membuat mata
saya langsung menyipit, apalagi membaca isinya. Begitu pula dengan kemasan buku
dan covernya, sungguh menarik. Nama penulisnya juga keren. Stanley Dirgapradja,
seorang konsultan kreatif di perusahaan digital media dan chief editor di portal Men Style Indonesia yang sekarang tinggal
di Jakarta.
Stanley sendiri
sudah menerbitkan dua karya. Yang baru selesai kubaca kemarin, I Ordered My Wife From The Universe
(IOMWFTU) , dan satunya lagi, Un Homme Et Une Femme yang rencananya besok baru
akan saya cari di Uranus. Buku IOMWFTU sebenarnya sama romannya seperti novel
dewasa lainnya. Hanya saja, yang membuat saa begitu terkagum-kagum dan terengah-engah
membacanya adalah bahwa Stanley selalu pintar bermain kata-kata. Diksinya juga
tepat dan sesuai dengan penggambaran plot dan alur. Maka tidak berlebihan bila
saya katakan bahwa dia itu berbakat.
Novel yang
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini, bercerita tentang Teguh, seorang supervisor dan executive planner yang bekerja di sebuah perusahaan advertising di
Jakarta. Di apartemennya dia menghabiskan waktunya bersama sang kekasih cantik
yang seorang sekretaris di perusahaan kliennya, Tantri namanya. Masalah pertama
muncul ketika dia menyadari bobotnya melebihi berat badan kebanyakan. Masalah
itu muncul di tengah karirnya yang sukses dan rencananya untuk segera serius
menggandeng Tantri ke jenjang pernikahan.
Teguh telah
mengontak banyak teman agar momen will u
marry me menjadi indah dan berkesan. Dia tengah sibuk mengatur segalanya,
termasuk wedding planning bersama
teman EO-nya yang pernah bersama-sama kuliah di Amerika dulu, Gladys, dan juga
mengontak kerabatnya, yang seorang tour
and travel agent, Chandra, ketika isu-isu miring tentang Tantri, mulai
santer terdengar. Semuanya menjadi
gamblang ketika Omar, orang kepercayaannya, mengungkap sebuah bukti tentang
Tantri yang seorang social climber.
Sebutan bagi mereka para wanita yang bersedia menyerahkan segalanya bagi lelaki
yang mampu memberikan uang, status sosial, dan gengsi. Sebuah tipikal yang
melekat pada wanita-wanita posmo. Kenyataan itu adalah pil pahit yang harus
ditelan Teguh. Pada akhirnya, teguh harus melewati masa-masa sulit dan menemukan
arti dibalik sebuah kata, ‘kehilangan’. Saya sendiri betul-betul tenggelam dan
kontemplatif bergulat dengan alur dan
permainan kata-kata pada bagian ini. Pada bagian di mana Teguh betul-betul
depresi, dan berjuang mati-matian menghadapi perasaannya sendiri. Bisa saya
katakana bahwa bab-bab inilah bagian terbaik buku ini.
Singkat cerita,
Teguh kemudian mengambil cuti panjang dan memilih Jogja sebagai tempat
peraduannya. Selain keluarganya memang tinggal di sana, Teguh telah bertemu dengan
Nadia, seorang gadis misterius di Blackberry messenger-nya, dan si gadis mengaku tinggal di Jogja, hanya
beberapa meter dari rumahnya. Sebuah kebetulan yang diramu dengan sangat apik oleh Stanley.
Kelebihan buku
ini, terletak pada penggunaan kalimat prosif dan sastra yang bagus. Rima dan
rasa yang ingin disampaikan juga berhasil dikemas dengan menarik dan begitu
tertata. Sayangnya, menurut hemat saya, novel ini dibuat ditengah-tengah
kesibukan Stanley yang mungkin sedikit menyita waktu. Sehingga ada beberapa part yang missed dari editannya (Don’t blame the book editor, he/she only
checked the EYD things, not the storyline). Misalnya di halaman 249, di
situ tertulis pak Purna adalah sopir Tantri, padahal maksudnya, pak Purna
adalah sopir Nadia. Dan penjelasan tentang pak Purna yang membawa nama Tantri
ke dalam paragraf itu hampir memenuhi sekitar 30 persen isi di halaman
tersebut. Artinya, terlalu banyak kesalahan yang ditoleransi di halaman itu.
Beberapa alur dan babak juga terlihat gersang dan kurang ramai. Misalnya ketika
Nadia mengajak Teguh ke komunitas puisinya, babak itu hanya seperti babak
pemanis yang kemudian lewat saja. Terlalu Teguh-sentrisme.
Dari sudut pandang saya, sebetulnya beberapa hal bisa lebih dikembangkan lagi, misalnya alur cerita, keterlibatan
di luar Teguh-Tantri-Nadia, dan beberapa inti cerita yang masih bisa di eksplorasi
lagi. Namun pada akhirnya, ini adalah novel yang gemuk dan menyehatkan. Wajib
dibaca bagi siapa saja yang pernah merasakan patah hati. Seperti saya misalnya.
0 komentar:
Posting Komentar